KOLEKSI FILOLOGIKA MUSEUM JAWA TENGAH RANGGAWARSITA
A. Pengertian
Filologika
Filologi mengkaji karya
tulis, dalam hal ini karya sastra klasik, yang merupakan peninggalan leluhur
atau nenek moyang. Dalam mengkajinya dibutuhkan ilmu pengetahuan yang mendalam
baik dari segi kebahasaan, kesusastraan , maupun budaya.
Teks-teks
peninggalan sejarah banyak menyimpan dan mengandung pengetahuan. Pengetahuan
menjadi core bagi perkembangan
peradaban dan kebudayaan suatu daerah.
Karya satra atau naskah yang menjadi kajian
filologi kebanyakan naskah kuna yang berada di museum, pesantren, dan
masyarakat sebagai peninggalan nenek moyang mereka.
Faktor
yang menyebabkan masyarakat tidak tertarik untuk memahami dan mempelajari karya
sastra tersebut karena persoalan kebahasaan, faktor pengetahuan, dan keinginan
masyarakat yang kurang tentang naskah. Disinilah peran filologi dalam usaha
menginterpretasikan karya sastra tersebut.
Setelah
mampu memahami bahasa yang terkandung di dalam teks, pengembangan terhadap
informasi budaya dan khasanah pengetahuan dapat dilakukan. Disinilah letak dan
peran filologi dalam melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang baru.
B. Kronologi
Budaya Tulis
Perkembangan tradisi
tulis sudah diawali sejak masa Prasejarah, dengan menggunakan symbol berupa
goresan yang digunakan sebagai media komunikasi diantara komunitasnya.
Setelah adanya kontak dengan bangsa
asing, bentuk goresan yang awalnya hanya symbol, berubah menjadi tulisan yang
mempunyai arti dan bunyi tertentu sehingga dapat terbaca. Goresan tersebut
kemudian disebut dengan aksara atau huruf.
Di Pulau Jawa, tradisi tulis di mulai sejak
kehadiran kerajaan Tarumanegara pada pertengahan abad 5 Masehi, dengan bukti
peninggalannya berupa prasasti Kebon Kopi, Ciaruteun, Jambu, dan Tugu dan
ditulis dalam tipe aksara Palawa awal dan berbahasa Sansekerta.
Lahirnya filologi
dilator belakangi oleh faktor-faktor :
1. Munculnya
informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan.
2. Anggapan
adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau yang
dipandang masih relevan dengan kehidupan sekarang.
3. Kondisi
fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.
4. Faktor
social budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau
yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar social pembacanya masa kini.
5. Keperluan
untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.
Indonesia
adalah salah satu negara yang memiliki
warisan kekayaan khazanah manuscript yang tergolong besar di dunia yang
dituangkan melalui tulisan tangan sejak berabad-abad silam. Lewat tulisan
tangan itu, masyarakat mengungkapkan ide-ide religiusnya mengenai manusia dan
alam semesta. Di dalam naskah yang tersebar seantero nusantara itu, terdapat
teks yang mengandung nilai kebenaran,
kebajikan dan keindahan.
1. Babad
Sri Giyan Liong Kun
Koleksi filologika
buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi babad.
Deskripsi menceritakan penyamaran Raja
Giyan Liong Kun ke Negara Tanglam. Naskah menggunakan huruf Jawa dan Bahasa
Jawa Baru. Waktu yang disebutkan dalam tulisan adalah pada tahun 1890. Jumlah
halaman sebanyak 463.
2. Sastra
Citra Soma Panca Driya
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra.
3. Sastra
Surat Perintah Raja
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra.
4. Serat
Banyu Urip
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi menceritakan pencarian air kehidupan.
5. Sastra
Serat Panca Driya Angling Driya
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra.
Deskripsi singkat menceritakan tentang
tokoh Bndung Bandawasa sampai dengan hancurnya kerajaan Prambanan. Huruf Jawa
dan bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 228 halaman.
6. Serat
Widya Kirana
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi singkat mengenai piwulang salah satu
diantaranya adalah sifat dan perilaku anak berdasarkan saat atau masa
kelahirannya. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 43 halaman.
7. Serat
Pirasating Jalma
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi singkat mengenai ajaran tentang kehidupan
dan sebagian lagi menceritakan Tokoh Imam Supingi yang mengajarkan ilmu tanda.
Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 14 halaman.
8. Serat
Ahmat Muhammad
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang penggambaran Tokoh Ahmad Muhammad
sebagai Nahkoda kapal. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Naskah terdiri atas 232
halaman.
9. Serat
Paniti Baya
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang tuntunan piwulang Sultan Agung
tentang hidup bermasyarakat, adanya larangan yang harus dihindari jika ingin
hidup selamat dari marabahaya. Huruf Jawa dan bahasa Jawa Baru. Tulisan serat
asli pada tahun 1851.
10. Serat
Suluk Kaga Kridha Sopana
Koleksi filologika bumu/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang ajaran kebatinan Islam yang
disampaikan dengan cerita binatang. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Disalin
pada tahun 1928. Terdiri atas 197 halaman.
11. Serat
Panca Driya (M.Ng.Jaya Sasmita)
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan
dalam klasifikasi Sastra. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru.
12. Naskah
Lontar
Koleksi lontar asal perolehan Gg. Abu
Bakar 8 Jl.Tentara Pelajar Kabupaten Kebumen pada tanggal 11 Januari 1995.
Kondisi lontar baik, ukuran panjang 44 cm dan lebar 3,5 cm. Terdiri atas jumlah
halaman 12 lembar dan satu lembar kosong. Huruf Bali berbentuk bulat, besar dan
sedikit agak miring serta tebal. Bahasa campuran Bali dan Jawa. Tulisan
berbentuk tembang isi teks tidak lengkap dan tanpa menggunakan hiasan atau
gambar. Desripsi teks berisi macam-macam penyakit dan obatnya. Dikelompokan
dalam teks mantra.
13. Al
Quran Tulisan Tangan
Koleksi filologika buku asal perolehan
Kota Surakarta pada tanggal 24 April 1996. Kondisi buku baik ukuran panjang 31
cm, lebar 21,5 cm, dan tebal 5,5 cm. Tulisan dan Bahasa Arab berharahat (tidak
gundul). Pada tiap sudut sampulnya diberi hiasan daun-daunan sedangkan pada
tepi dihiasin dengan motif banji.
14. Naskah
Lontar
Asal perolehan Dukuh Gadung, Desa
Tuntang, kec.Tuntang kabupaten Semarang. Kondisi lontar baik ukuran panjang 31
cm dan lebar 3,5 cm. Terdiri atas halaman 114 lembar dan 2 lembar kosong. Huruf
Jawa Baru dan Bahasa Jawa Bar ragam karma dan ngoko. Bentuk teks adalah
tembang, dengan jenis tulisan Jawa Baru. Menceritakan tentang Prabu Angling
Darma yang telah membunuh ular tampan karena telah berselingkuh dengan
Nagagini, istri sahabatnya Nagaraja. Angling Darma dianugerahi ajian oleh
Nagaraja berupa kemampuan dapat mengerti bahasa binatang, sehingga ia dapat
berkomunikasi dengan dunia binatang. Pada akhir cerita, Angling Darma berubah
menjadi seekor burung Belibis Putih.
15. Naskah
Lontar
Asal perolehan Jl. Duku I/22 rt.4/rw 4 Jajar
Kota Surakarta pada tanggal 30 Juli 1998. Kondisi lontar baik, ukuran panjang
49,5 cm dan lebar 4 cm. Terdiri atas jumlah halaman 80 lembar. Huruf Jawa baru
sedangkan isi pokok teks belom diketahui.
16. Naskah
Lontar
Asal perolehan Kabupaten Semarang pada
tanggal 22 Februari 2001. Kondisi lontar baik ukuran panjang 20 cm dan lebar
2,5 cm. Terdiri atas jumlah halaman 60 lembar. Huruf Jawa Baru isi pokok teks
belum diketahui.
17. Naskah
Lontar
Asal perolehan jalan Kemetiran Kidul 103
Kecamatan Gedong Tengah Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2001. Kondisi
lontar baik, ukuran panjang 28 cm dan lebar 3,2 cm. Terdiri atas 60 lembar
halaman. Judul naskah adalah Serat Rengganis. Huruf Jawa Baru bahasa Jawa Baru
bentuk tulisan bulat ukuran miring sikap sedang goresan tebal warna tinta
coklat sangat rapih dan jelas, hanya beberapa yang tidak begitu jelas. Bentuk
teks tembang dan isi pokok menceritakan sejarah Baginda Ambyah yang dimulai
dari kisah Rengganis ketika bertapa sampai dengan Umar Maya sakit hingga
disembuhkan oleh seekor ular
Lontar (dari bahas Jawa: ron tal, “daun tal”) adalah
daun siwalan atau tal (borassus flabellifer atau palmyra) yang dikeringkan dan
dipakai sebagai bahan naskah kerajinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar