Jumat, 06 September 2013



KOLEKSI FILOLOGIKA MUSEUM JAWA TENGAH  RANGGAWARSITA

A.  Pengertian Filologika
Filologi mengkaji karya tulis, dalam hal ini karya sastra klasik, yang merupakan peninggalan leluhur atau nenek moyang. Dalam mengkajinya dibutuhkan ilmu pengetahuan yang mendalam baik dari segi kebahasaan, kesusastraan , maupun budaya.
       Teks-teks peninggalan sejarah banyak menyimpan dan mengandung pengetahuan. Pengetahuan menjadi core bagi perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu daerah.
Karya satra atau naskah yang menjadi kajian filologi kebanyakan naskah kuna yang berada di museum, pesantren, dan masyarakat sebagai peninggalan nenek moyang mereka.
       Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak tertarik untuk memahami dan mempelajari karya sastra tersebut karena persoalan kebahasaan, faktor pengetahuan, dan keinginan masyarakat yang kurang tentang naskah. Disinilah peran filologi dalam usaha menginterpretasikan karya sastra tersebut.
       Setelah mampu memahami bahasa yang terkandung di dalam teks, pengembangan terhadap informasi budaya dan khasanah pengetahuan dapat dilakukan. Disinilah letak dan peran filologi dalam melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang baru.

B.   Kronologi Budaya Tulis
Perkembangan tradisi tulis sudah diawali sejak masa Prasejarah, dengan menggunakan symbol berupa goresan yang digunakan sebagai media komunikasi diantara komunitasnya. Setelah  adanya kontak dengan bangsa asing, bentuk goresan yang awalnya hanya symbol, berubah menjadi tulisan yang mempunyai arti dan bunyi tertentu sehingga dapat terbaca. Goresan tersebut kemudian disebut dengan aksara atau huruf.
Di Pulau Jawa, tradisi tulis di mulai sejak kehadiran kerajaan Tarumanegara pada pertengahan abad 5 Masehi, dengan bukti peninggalannya berupa prasasti Kebon Kopi, Ciaruteun, Jambu, dan Tugu dan ditulis dalam tipe aksara Palawa awal dan berbahasa Sansekerta.

Lahirnya filologi dilator belakangi oleh faktor-faktor :

1. Munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan.
2. Anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau yang dipandang masih relevan dengan kehidupan sekarang.
3. Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.
4. Faktor social budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar social pembacanya masa kini.
5. Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.

Indonesia  adalah salah satu negara yang memiliki warisan kekayaan khazanah manuscript yang tergolong besar di dunia yang dituangkan melalui tulisan tangan sejak berabad-abad silam. Lewat tulisan tangan itu, masyarakat mengungkapkan ide-ide religiusnya mengenai manusia dan alam semesta. Di dalam naskah yang tersebar seantero nusantara itu, terdapat teks yang mengandung  nilai kebenaran, kebajikan dan keindahan.

1.      Babad Sri Giyan Liong Kun
      
    Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi babad.
Deskripsi menceritakan penyamaran Raja Giyan Liong Kun ke Negara Tanglam. Naskah menggunakan huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Waktu yang disebutkan dalam tulisan adalah pada tahun 1890. Jumlah halaman sebanyak 463.

2.      Sastra Citra Soma Panca Driya
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra.

3.      Sastra Surat Perintah Raja
      
    Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra.

4.      Serat Banyu Urip
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi menceritakan pencarian air kehidupan.

5.      Sastra Serat Panca Driya Angling Driya
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra.
Deskripsi singkat menceritakan tentang tokoh Bndung Bandawasa sampai dengan hancurnya kerajaan Prambanan. Huruf Jawa dan bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 228 halaman.

6.      Serat Widya Kirana
     
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi singkat mengenai piwulang salah satu diantaranya adalah sifat dan perilaku anak berdasarkan saat atau masa kelahirannya. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 43 halaman.

7.      Serat Pirasating Jalma 
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi singkat mengenai ajaran tentang kehidupan dan sebagian lagi menceritakan Tokoh Imam Supingi yang mengajarkan ilmu tanda. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Terdiri atas 14 halaman.

8.      Serat Ahmat Muhammad
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang penggambaran Tokoh Ahmad Muhammad sebagai Nahkoda kapal. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Naskah terdiri atas 232 halaman.

9.      Serat Paniti Baya
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang tuntunan piwulang Sultan Agung tentang hidup bermasyarakat, adanya larangan yang harus dihindari jika ingin hidup selamat dari marabahaya. Huruf Jawa dan bahasa Jawa Baru. Tulisan serat asli pada tahun 1851.

10.  Serat Suluk Kaga Kridha Sopana
      
Koleksi filologika bumu/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Deskripsi tentang ajaran kebatinan Islam yang disampaikan dengan cerita binatang. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru. Disalin pada tahun 1928. Terdiri atas 197 halaman.

11.  Serat Panca Driya (M.Ng.Jaya Sasmita)
      
Koleksi filologika buku/naskah dimasukan dalam klasifikasi Sastra. Huruf Jawa dan Bahasa Jawa Baru.

12.  Naskah Lontar
 
Koleksi lontar asal perolehan Gg. Abu Bakar 8 Jl.Tentara Pelajar Kabupaten Kebumen pada tanggal 11 Januari 1995. Kondisi lontar baik, ukuran panjang 44 cm dan lebar 3,5 cm. Terdiri atas jumlah halaman 12 lembar dan satu lembar kosong. Huruf Bali berbentuk bulat, besar dan sedikit agak miring serta tebal. Bahasa campuran Bali dan Jawa. Tulisan berbentuk tembang isi teks tidak lengkap dan tanpa menggunakan hiasan atau gambar. Desripsi teks berisi macam-macam penyakit dan obatnya. Dikelompokan dalam teks mantra.

13.  Al Quran Tulisan Tangan
      
Koleksi filologika buku asal perolehan Kota Surakarta pada tanggal 24 April 1996. Kondisi buku baik ukuran panjang 31 cm, lebar 21,5 cm, dan tebal 5,5 cm. Tulisan dan Bahasa Arab berharahat (tidak gundul). Pada tiap sudut sampulnya diberi hiasan daun-daunan sedangkan pada tepi dihiasin dengan motif banji.

14.  Naskah Lontar
      
Asal perolehan Dukuh Gadung, Desa Tuntang, kec.Tuntang kabupaten Semarang. Kondisi lontar baik ukuran panjang 31 cm dan lebar 3,5 cm. Terdiri atas halaman 114 lembar dan 2 lembar kosong. Huruf Jawa Baru dan Bahasa Jawa Bar ragam karma dan ngoko. Bentuk teks adalah tembang, dengan jenis tulisan Jawa Baru. Menceritakan tentang Prabu Angling Darma yang telah membunuh ular tampan karena telah berselingkuh dengan Nagagini, istri sahabatnya Nagaraja. Angling Darma dianugerahi ajian oleh Nagaraja berupa kemampuan dapat mengerti bahasa binatang, sehingga ia dapat berkomunikasi dengan dunia binatang. Pada akhir cerita, Angling Darma berubah menjadi seekor burung Belibis Putih.

15.  Naskah Lontar
      
Asal perolehan Jl. Duku I/22 rt.4/rw 4 Jajar Kota Surakarta pada tanggal 30 Juli 1998. Kondisi lontar baik, ukuran panjang 49,5 cm dan lebar 4 cm. Terdiri atas jumlah halaman 80 lembar. Huruf Jawa baru sedangkan isi pokok teks belom diketahui.

16.  Naskah Lontar
      
Asal perolehan Kabupaten Semarang pada tanggal 22 Februari 2001. Kondisi lontar baik ukuran panjang 20 cm dan lebar 2,5 cm. Terdiri atas jumlah halaman 60 lembar. Huruf Jawa Baru isi pokok teks belum diketahui.

17.  Naskah Lontar
      
Asal perolehan jalan Kemetiran Kidul 103 Kecamatan Gedong Tengah Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2001. Kondisi lontar baik, ukuran panjang 28 cm dan lebar 3,2 cm. Terdiri atas 60 lembar halaman. Judul naskah adalah Serat Rengganis. Huruf Jawa Baru bahasa Jawa Baru bentuk tulisan bulat ukuran miring sikap sedang goresan tebal warna tinta coklat sangat rapih dan jelas, hanya beberapa yang tidak begitu jelas. Bentuk teks tembang dan isi pokok menceritakan sejarah Baginda Ambyah yang dimulai dari kisah Rengganis ketika bertapa sampai dengan Umar Maya sakit hingga disembuhkan oleh seekor ular
Lontar (dari bahas Jawa: ron tal, “daun tal”) adalah daun siwalan atau tal (borassus flabellifer atau palmyra) yang dikeringkan dan dipakai sebagai bahan naskah kerajinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar