Asal-usul batik tegal tidak bisa dipisahkan dari
pengaruh Mataram, yaitu sejak munculnya budaya berpakaian batik yang
dibawa Raja Amangkurat I (Sunan Amangkurat Mas dari Keraton Kasunanan
Surakarta) ketika dalam pelarian ke Tegal Arum. Amangkurat yang saat itu
menyusuri pantai utara, membawa pengikut yang diantaranya perajin batik.
Perkembangan batik tulis tegal kemudian lebih berkembang di tangan R. A.
Kardinah sebagai isteri Bupati Tegal, R. M. Sajitno Reksonegoro IX yang
menjabat tahun 1908-1936. Pada tahun 1914, Kardinah mendirikan sekolah putri
Wisma Pranawa, orang biasa menyebutnya “Sekolah Kepandaian Putri” dimana salah
satu mata pelajaran dalam kurikulum mengajarkan cara membatik. Dari sini batik
tulis tegal menjadi lebih berkembang di masyarakat, sehingga menjadi produk
rakyat (Untung : 2009).
Tegal merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah
dimana letaknya dianggap strategis, karena berada di jalur pantura dan
terletak di antara jalur Jakarta-Surabaya maupun Jakarta-Solo. Letaknya yang
strategis membuat Kabupaten Tegal memiliki beraneka ragam budaya, baik budaya
asli maupun budaya serapan yang dibawa oleh para musafir.
Salah satu budaya yang hingga kini masih bertahan
yaitu batik tulis tegal. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam
pembuatan karya tulis ini penulis meneliti dua sentra batik yang ada di
Kabupaten Tegal, yaitu di Desa Bengle dan Desa Dukuh Salam. Setelah diadakan
penelitian pada dua tempat tersebut, diketahui bahwa batik tulis tegal dapat
dibagi kedalam dua macam, yakni batik kidul dan batik lor. Batik kidul meliputi
batik dukuh salam, batik pangkah, batik tegal wangi dan batik pagianten .
Sedangkan batik lor yakni meliputi batik bengle, batik pasangan, serta batik
pesisiran di Kabupaten dan Kota Tegal lainnya kecuali batik tegal wangi.
Batik Kidul
Batik kidul lebih dikenal dengan corak warnanya yang
khas, yakni menggunakan warna putih, coklat dan hitam. Inilah yang menjadi
ciri khas batik kidul. Corak ini mirip dengan corak asli dari keraton.
Rata-rata perajin batik kidul enggan untuk membuat
batik dengan corak warna lain karena dinilai bukan merupakan ciri khas dari
daerah mereka. Selain itu, mereka juga saat ini belum dapat memproduksi batik
dengan corak yang warna-warni, hal ini disebabkan karena mereka belum mahir
melakukan ‘proses colet’ yang mana akan membuat keragaman warna dari kain batik
itu sendiri.
Batik Lor
Batik lor memiliki komposisi warna yang beragam,
sehingga batik ini dapat digolongkan ke dalam batik corak pesisiran. Para
perajin batik daerah ini, berusaha membuat kain batik dengan motif dengan
menyesuaikan selera konsumen. Sehingga hal ini menyebabkan batik lor lebih
berkembang dari batik kidul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar